Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap adanya kejanggalan dalam arus distribusi beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta. Berdasarkan data dari Food Station Tjipinang, ditemukan ketidakwajaran terkait keluarnya 11.410 ton beras hanya dalam satu hari pada 28 Mei 2025. Temuan ini disampaikan Mentan Amran dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2025), sebagai tanggapan atas keluhan sejumlah pedagang yang menyatakan mulai terjadinya kelangkaan pasokan beras di pasaran.
“Masuk akal tidak? Dalam satu hari keluar 11 ribu ton. Satgas pangan sudah turun, alasannya bermacam-macam, mulai dari salah hitung hingga koreksi data,” ujar Mentan Amran.
Data historis mencatat bahwa sejak tahun 2024, tren stok beras di Food Station Tjipinang mengalami peningkatan signifikan, dari kisaran 30 ribu–40 ribu ton menjadi lebih dari 50 ribu ton pada 2025. Dalam kondisi normal, sirkulasi harian beras di PIBC rata-rata berada di angka 2.000–3.000 ton, sehingga angka 11.410 ton dalam satu hari menimbulkan pertanyaan serius.
“Ketika harga (beras) mulai naik, saya langsung cek. Sekarang tidak ada alasan. Dulu mungkin alasan stok Bulog kurang atau harus impor. Tapi saat ini stok kita 4 juta ton. SPHP sudah digelontorkan, tapi katanya untuk di-blending dengan beras lokal lalu dijual mahal. Ini tidak masuk akal,” tegasnya.
Mentan Amran menegaskan bahwa apabila ada pihak yang dengan sengaja memainkan data atau distribusi, hal tersebut merupakan bentuk sabotase terhadap program pemerintah dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional.
“Pertanyaan saya, kenapa dikatakan stok di Cipinang menipis dan harga naik? Saat kami buka data, ternyata ada anomali. Ini harus diklarifikasi, tidak bisa disampaikan secara sepihak. Jika data dimanipulasi demi kepentingan tertentu, itu artinya sabotase terhadap pemerintah,” imbuhnya.
Sebagai tindak lanjut, Mentan meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan dari Mabes Polri untuk menyelidiki lebih lanjut kebenaran data tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada pihak yang memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi dengan mengorbankan upaya pemerintah dan petani dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
“Ini menunjukkan ada peran middleman atau perantara yang bermain. Inilah yang sering kita sebut sebagai mafia pangan. Tolong jangan dipermainkan, kami bekerja keras untuk produksi dan mendukung petani,” katanya.
Menanggapi hal ini, Kepala Satgas Pangan Helfi Assegaf menyampaikan bahwa pihaknya tengah menelusuri lebih dalam terkait data distribusi yang mencurigakan tersebut. “Saat ditanya, mereka tidak bisa menjelaskan ke mana beras itu didistribusikan. Belum ada jawaban yang jelas. Kami akan mendalami lebih lanjut. Bila terbukti tidak sesuai, maka ada unsur manipulasi data,” terang Helfi.
Sebagai informasi, hingga 31 Mei 2025, stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) resmi mencapai 4 juta ton, merupakan capaian tertinggi sejak Perum Bulog dibentuk pada tahun 1969. Serapan beras telah mencapai 2,429 juta ton, mencatatkan peningkatan lebih dari 400 persen dibandingkan rata-rata dalam lima tahun terakhir. Capaian ini menunjukkan tingginya produksi dalam negeri dan besarnya penyerapan langsung dari petani.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi beras nasional pada periode Januari–Mei 2025 mengalami kenaikan signifikan, mencapai 16,55 juta ton atau naik 11,95 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kinerja positif ini juga diakui oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang dalam laporan terbarunya memperkirakan produksi beras Indonesia pada musim tanam 2024/2025 akan mencapai 34,6 juta ton. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai produsen beras terbesar di kawasan ASEAN, melampaui Thailand dan Vietnam, serta melampaui target nasional sebesar 32 juta ton.
Keberhasilan ini merupakan hasil nyata dari kerja keras seluruh pemangku kepentingan, sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah untuk terus menjaga integritas data dan transparansi distribusi, demi menjamin kestabilan pangan nasional.