Jakarta — Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, bersama Asia Pacific Consortium of Veterinary Epidemiology (APCOVE) menggelar Stakeholder Consultation Meeting on Veterinary Epidemiology in Indonesia di Jakarta pada Selasa (22/04/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya penguatan kapasitas epidemiologi veteriner di Indonesia serta mendukung pengendalian penyakit hewan secara nasional dan regional.
“Peran petugas kesehatan hewan sangat penting, terutama dalam pelaksanaan strategi pengendalian dan penanggulangan kasus penyakit yang bersifat populatif. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan hewan, khususnya di bidang epidemiologi, menjadi perhatian kami,” ujar Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, Imron Suandy.
Untuk mendukung penguatan sumber daya manusia (SDM) di sektor kesehatan hewan, Ditjen PKH telah melaksanakan berbagai program pelatihan seperti epidemiologi dasar, yang bekerja sama dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dan program Magister Universitas Gadjah Mada. Namun, Imron menyadari bahwa jangkauan program ini masih terbatas.
“Kami memerlukan dukungan lebih luas dari berbagai pihak, seperti APCOVE dan FAO, agar peningkatan kapasitas ini dapat menjangkau seluruh tenaga kesehatan hewan di Indonesia,” tambahnya.
Imron juga menyoroti pentingnya rekomendasi Performance of Veterinary Services (PVS) tahun 2023, terutama dalam menghadapi tantangan besar seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). “Salah satu catatan penting dalam penilaian sistem kesehatan hewan kita adalah pentingnya sistem pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan hewan yang sesuai dengan standar Badan Kesehatan Hewan Dunia (WOAH). Ini harus selaras dengan kebutuhan aktual di lapangan,” katanya.
Jenny-Ann Toribio, perwakilan APCOVE, mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia dalam memajukan sistem kesehatan hewan. “Kami sangat senang dapat bekerja sama melalui APCOVE untuk memperkuat kapasitas nasional Indonesia dalam pendidikan, pelatihan, dan pemantauan tenaga kerja veteriner. Ini akan berdampak besar dalam ketahanan kesehatan hewan di Indonesia,” ungkapnya.
Dalam kesempatan ini, Glen Askew, Konsulat Jenderal Australia di Surabaya, yang mewakili Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia, menyampaikan komitmen Pemerintah Australia dalam memperkuat kemitraan strategis dengan Indonesia. Ia mengatakan, pihaknya akan memanfaatkan keahlian Australia di bidang Kesehatan Manusia dan Kesehatan Hewan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kemampuan Indonesia dalam menghadapi risiko ketahanan kesehatan. “Kami percaya kolaborasi erat seperti ini akan membentuk dan memperkuat sistem kesehatan hewan di Asia Tenggara dan Pasifik,” ujarnya.
Kegiatan ini juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk mempresentasikan hasil Lokakarya Nasional Pengembangan Tenaga Kerja Veteriner yang menghasilkan enam rekomendasi penting. Salah satunya adalah memperkuat koordinasi multipihak dalam menentukan kompetensi inti tenaga kesehatan hewan yang relevan dan sesuai dengan standar.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut menjadi wadah untuk menyusun strategi pengembangan tenaga kerja veteriner yang berkelanjutan, termasuk integrasi peran masyarakat melalui pelibatan Community Animal Health Workers (CAHW) dalam sistem nasional kesehatan hewan.
Ia menambahkan bahwa sinergi antar pemangku kepentingan telah menunjukkan hasil yang positif. “Kasus PMK dan LSD menurun berkat pelaporan aktif, deteksi dini, vaksinasi massal, dan edukasi petani. Ini bukti bahwa kolaborasi yang kuat dapat membawa dampak signifikan,” jelasnya.
Agung Suganda menyampaikan harapan besar terhadap hasil kunjungan APCOVE. “Saya mengajak seluruh pihak untuk terus berkontribusi dalam peningkatan kapasitas epidemiologi veteriner di Indonesia. Dengan komitmen dan kerja keras bersama, subsektor peternakan dan kesehatan hewan Indonesia akan semakin tangguh dan berdaya saing,” pungkasnya.