Jakarta, 23 Agustus 2025 – Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 8492 tanggal 19 Agustus 2025 tentang Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap Peningkatan Kasus African Swine Fever (ASF) di kawasan Asia Pasifik.

Langkah ini diambil setelah adanya laporan lonjakan kasus ASF di sejumlah negara, termasuk Cina, Vietnam, Kamboja, dan Malaysia.

ASF Ancaman Serius bagi Populasi Babi

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menegaskan bahwa ASF merupakan ancaman serius bagi populasi babi. Karena itu, deteksi dini, pelaporan cepat, dan kolaborasi semua pihak sangat diperlukan.

“Kami mendorong pemerintah daerah, petugas kesehatan hewan, dan peternak untuk meningkatkan kewaspadaan. Biosekuriti ketat adalah kunci pencegahan, dan setiap kasus mencurigakan harus segera dilaporkan melalui iSIKHNAS agar dapat ditangani cepat,” ujar Agung dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).

SE tersebut ditujukan kepada dinas peternakan provinsi, kabupaten/kota, otoritas veteriner, asosiasi, hingga organisasi profesi dokter hewan.

Instruksi untuk Daerah

Dalam SE tersebut, Kementan meminta daerah untuk:

  • menyiapkan rencana aksi pengendalian dan mitigasi risiko,
  • melakukan profiling peternak, pedagang, dan pengepul babi,
  • memetakan jalur distribusi ternak untuk deteksi dini,
  • memperketat pengawasan kesehatan babi dan melaporkan gejala ke iSIKHNAS,
  • serta menjalankan surveilans berbasis risiko di wilayah padat populasi babi.

Jika ditemukan kasus, petugas diminta segera melakukan investigasi, mengambil sampel, dan mengirimkannya ke laboratorium resmi agar penanganan cepat dan tepat.

Biosekuriti di Tingkat Kandang

Kementan juga menegaskan pentingnya biosekuriti di tingkat kandang, meliputi:

  • disinfeksi rutin,
  • pembatasan lalu lintas orang/barang,
  • penerapan prosedur kebersihan,
  • larangan lalu lintas babi dan produknya dari wilayah tertular,
  • serta larangan pemindahan bibit ke wilayah bebas.

Semua babi yang akan dilalulintaskan wajib diperiksa klinis, disertai Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang sah, bahkan diuji di laboratorium jika diperlukan. Bila ada babi mati, harus segera diisolasi, dilakukan disposal, dan kandang disinfeksi sesuai SOP.

Selain itu, wilayah dengan kasus ASF dapat ditutup sementara untuk mencegah penyebaran. Kementan juga mengingatkan agar penggunaan hormon sintetik, antibiotik, dan obat-obatan terlarang dipatuhi sesuai ketentuan.

Pentingnya Pelaporan Data

Direktur Kesehatan Hewan, Hendra Wibawa, menegaskan pentingnya disiplin dalam pelaporan data.
“Kami mendorong penggunaan iSIKHNAS secara disiplin. Tanpa data yang benar dan real-time, kebijakan pengendalian tidak bisa tepat sasaran,” tegasnya.

Saat ini, Indonesia masih melaporkan kasus ASF di beberapa daerah, antara lain Nusa Tenggara Timur, Lampung, Kalimantan Barat, Papua, dan Sumatera Utara.

“Kementan berharap semua pihak memperkuat koordinasi dan mempercepat respon di lapangan,” tutup Hendra.