Jakarta — Menyongsong Hari Raya Idul Adha 1446 H/2025 M, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengeluarkan imbauan kepada seluruh dinas terkait di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) dan zoonosis.
Dalam surat edaran tertanggal 24 April 2025, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap lalu lintas ternak serta penerapan mitigasi risiko di seluruh mata rantai distribusi hewan kurban. Pengawasan ini mencakup area peternakan, pasar hewan, tempat penjualan, rumah potong hewan (RPH), hingga lokasi pemotongan non-RPH.
“Peningkatan signifikan kebutuhan hewan kurban mendorong tingginya pergerakan ternak antardaerah. Jika tidak diantisipasi secara serius, hal ini dapat membuka peluang masuknya penyakit seperti PMK, LSD, hingga antraks,” ujar Agung saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR RI, Selasa, 6 Mei 2025.
Salah satu kebijakan yang diwajibkan adalah pelaksanaan vaksinasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terhadap hewan kurban di sekitar titik penjualan dalam radius minimal tiga kilometer. Vaksinasi tersebut harus telah dilakukan paling lambat enam bulan sebelum penyembelihan.
Untuk Idul Adha tahun ini, kebutuhan nasional terhadap sapi dan kambing/domba diperkirakan mencapai 2.074.269 ekor, meningkat 1,98% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, dengan ketersediaan hewan kurban yang diproyeksikan mencapai 3.217.397 ekor, Indonesia diperkirakan memiliki surplus sekitar 1,14 juta ekor. Kementan memastikan pasokan hewan kurban secara nasional mencukupi dan telah menyusun mekanisme distribusi dari daerah yang surplus ke daerah yang mengalami kekurangan.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Nuryani Zainuddin, juga menekankan pentingnya pelaksanaan pemotongan hewan kurban yang memenuhi standar higienitas dan kesejahteraan hewan.
“Setiap tahapan pemotongan, mulai dari pemeriksaan sebelum hingga sesudah penyembelihan, harus dilakukan sesuai prosedur yang benar,” ungkap Nuryani saat dihubungi secara terpisah. Ia juga mengingatkan masyarakat agar hanya memilih hewan kurban yang sehat, cukup umur, dan bebas dari gejala penyakit.
Lebih lanjut, Nuryani menyampaikan bahwa pelaksanaan kurban yang baik tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan aspek keagamaan, tetapi juga sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan masyarakat.
“Penanganan daging dan jeroan yang tidak higienis dapat menjadi jalur penularan penyakit zoonosis kepada manusia. Oleh karena itu, edukasi dan kesadaran bersama menjadi sangat penting,” tambahnya.
Kementan juga mengingatkan bahwa hewan kurban yang tidak terjual tidak boleh dikembalikan ke daerah asal. Sebagai alternatif, hewan tersebut harus tetap dipelihara, dipotong di RPH setempat, atau dijual di wilayah sekitar. Langkah ini dianggap penting untuk mencegah potensi penyebaran penyakit ke wilayah lain.
Masyarakat pun diimbau untuk segera melaporkan kepada petugas kesehatan hewan apabila ditemukan gejala sakit pada hewan kurban. Pemerintah daerah diminta aktif menyampaikan hasil pemeriksaan hewan, baik sebelum penyembelihan (antemortem) maupun setelah pemotongan (postmortem), melalui aplikasi yang telah disediakan. Selain itu, sistem pelaporan darurat melalui iSIKHNAS juga harus diaktifkan, didukung dengan penguatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada publik.
“Dengan kolaborasi seluruh pihak, kita berharap Idul Adha tahun ini tidak hanya berlangsung khidmat secara spiritual, tetapi juga aman dari segi kesehatan masyarakat,” tutup Dirjen Agung.
