Jakarta, 2 Agustus 2025 – Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan kembali komitmennya menjaga kestabilan harga ayam hidup (livebird). Seluruh pelaku usaha diminta memastikan harga tetap berada di atas Rp18.000/kg.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Agung Suganda, menjelaskan bahwa sektor perunggasan sedang menghadapi tantangan serius. Harga ayam hidup yang sempat menyentuh titik terendah pada April 2025 kembali turun di bawah Rp18.000/kg pada minggu keempat Juli, khususnya di wilayah Jawa Barat dan Banten.
“Kami sudah mengeluarkan Surat Himbauan Nomor B-12/PK.230/F/06/2025 untuk menjaga harga minimum. Namun, implementasinya masih belum konsisten. Bahkan, masih ditemukan penjualan di bawah harga,” ujar Agung.

Penumpukan Ayam Jumbo
Menurut Agung, kondisi semakin sulit akibat penumpukan ayam jumbo (berat 3–7 kg/ekor) yang diperkirakan mencapai lebih dari 2,5 juta ekor di Jawa Barat dan Banten. Penumpukan ini menghambat distribusi dan mendorong harga semakin turun.
Sebagai langkah antisipasi, Ditjen PKH menerbitkan Surat Himbauan Percepatan Penyerapan Livebird Nomor B-256/PK.230/F.2/07/2025. Surat ini menekankan percepatan panen, penyesuaian produksi, peningkatan serapan RPHU, serta penguatan koordinasi antarwilayah dan lintas fungsi.
Agung menegaskan, semua pihak—baik integrator maupun peternak mitra—harus patuh pada harga jual minimum Rp18.000/kg. Pemerintah juga akan memperkuat pengawasan terhadap praktik kemitraan yang merugikan serta berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengatasi indikasi persaingan usaha tidak sehat.
“Kita harus menjaga stabilitas perunggasan yang adil bagi peternak, memiliki daya saing, dan berkelanjutan,” tegasnya.
Kendala Serapan Perusahaan Integrator
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Hary Suhada, menambahkan bahwa sebagian perusahaan integrator kesulitan menyerap ayam karena keterbatasan kapasitas rumah potong unggas (RPHU). Distribusi pun sangat bergantung pada sistem broker sehingga tidak merata.
“Ketimpangan ini sangat memukul peternak mandiri. Karena itu, kami telah menerbitkan surat himbauan pada 29 Juli lalu agar dilakukan percepatan panen, penyesuaian produksi, optimalisasi serapan, dan perbaikan distribusi. Semua ini harus dijalankan bersama agar pasar tidak stagnan,” jelas Hary. Ia menambahkan, solusi distribusi perlu diperhatikan agar tidak mengganggu kestabilan harga di wilayah lain, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dukungan Asosiasi dan Perusahaan Besar
Asosiasi perunggasan mendukung kebijakan harga minimal ayam hidup. Sekjen Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR), Muchlis Wahyudi, menyatakan komitmennya mendukung arahan pemerintah.
“Kami mendukung pemberlakuan harga ayam minimal Rp18.000/kg agar semua pihak terlindungi dan akan terus mengawal pelaksanaannya,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Parjuni, Ketua PINSAR Jawa Tengah, yang mengajak integrator dan pelaku usaha besar untuk berkolaborasi mendukung kebijakan pemerintah demi terciptanya iklim usaha perunggasan yang adil bagi peternak rakyat.
Sementara itu, pimpinan PT. Charoen Pokphand Indonesia dan PT. Japfa Comfeed Tbk menegaskan komitmen mereka mematuhi kebijakan harga minimal. Mereka juga segera menyerap penumpukan ayam jumbo dengan menggandeng RPHU eksternal yang mampu memproses ayam berukuran lebih dari 3 kg/ekor.

Komitmen Pemerintah
Forum koordinasi antara pemerintah dan pelaku usaha diharapkan dapat menghasilkan solusi konkret. Pemerintah menegaskan akan memberikan sanksi administratif bagi pihak yang melanggar, termasuk pencabutan izin usaha, penangguhan rekomendasi, maupun bentuk sanksi lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.