Pulau Taliabu, Maluku Utara — 25 Oktober 2025. Balai Besar Veteriner (BBV) Maros kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan pelayanan kesehatan hewan di wilayah kerja Indonesia bagian timur. Tim BBV Maros turun langsung ke lapangan untuk melakukan investigasi terhadap kasus kematian ternak babi milik warga di Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara.
Investigasi lapangan dilaksanakan pada 23–24 Oktober 2025 di tiga desa di Kecamatan Taliabu Selatan, yaitu Desa Kilo, Desa Nggaki, dan Desa Sumbong. Kegiatan ini dilakukan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai meningkatnya angka kematian babi secara tidak wajar. Tim BBV Maros yang terdiri atas Medik Veteriner drh. Efraim Fatra dan Paramedik Veteriner Iryadi berkoordinasi dan bekerja bersama Dinas Pertanian Kabupaten Pulau Taliabu untuk memastikan penanganan kasus berjalan cepat dan terarah.
Di lokasi kejadian, tim menemukan sejumlah besar ternak babi mati selama bulan Oktober. Untuk memperoleh data yang akurat, tim melakukan pengamatan gejala klinis pada hewan yang masih hidup serta pengambilan sampel darah, serum, dan swab nasal untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium di BBV Maros. Pemeriksaan meliputi deteksi DNA/RNA virus menggunakan metode Real Time PCR serta isolasi dan identifikasi bakteri. Langkah ini bertujuan untuk menentukan penyebab kematian ternak dan mengidentifikasi kemungkinan penyakit hewan menular di wilayah tersebut.

Selain itu, tim juga melakukan terapi suportif pada ternak yang menunjukkan gejala klinis, serta nekropsi (bedah bangkai) terhadap hewan yang tidak memiliki harapan sembuh. Organ hasil nekropsi dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan patologi, meliputi pengamatan perubahan jaringan secara mikroskopis dan analisis hematologi lengkap, guna memperkuat hasil diagnosis.
Tidak hanya fokus pada pengambilan sampel, tim juga memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat setempat. Edukasi yang disampaikan meliputi langkah-langkah pencegahan dan biosekuriti, antara lain:
- Mengisolasi ternak babi yang sakit dan tidak melepasliarkannya.
- Tidak menjual atau melalulintaskan ternak keluar dari lokasi kasus.
- Melakukan disinfeksi kandang dan lingkungan menggunakan disinfektan yang telah dibagikan oleh tim.
- Mengubur bangkai ternak dengan kedalaman yang cukup, memberi tanda, dan menyemprotkan disinfektan di sekitar area penguburan.
- Menghindari kunjungan ke kandang lain yang memiliki hewan sakit untuk mencegah penyebaran penyakit.

Ketua tim, Fatra, menjelaskan bahwa kondisi geografis menjadi salah satu tantangan dalam pelaksanaan investigasi.
“Lokasi Desa Nggaki cukup terpencil dengan akses transportasi yang terbatas, sehingga kami harus bergerak cepat dan efisien. Tim berupaya mengumpulkan data, informasi, serta sampel selengkap mungkin agar hasil diagnosa di laboratorium BBV Maros dapat segera membantu penanganan kasus ini,” jelasnya.
Sementara itu, PJ Kepala Desa Nggaki, Martinus, menyampaikan harapannya agar penyebab kematian ternak babi di wilayahnya segera teridentifikasi.
“Sejak awal Oktober hingga pertengahan bulan, kami menerima banyak laporan warga terkait kematian ternak babi. Tercatat sekitar 50 ekor telah mati, dan kini tersisa 47 ekor saja. Kami berharap hasil pemeriksaan dari BBV Maros dapat segera memberikan kejelasan dan solusi bagi warga,” ujarnya.
Melalui kegiatan ini, BBV Maros menegaskan kembali komitmennya untuk memberikan pelayanan kesehatan hewan yang prima di delapan provinsi wilayah kerja, meliputi seluruh Pulau Sulawesi, Maluku, dan Maluku Utara. Meskipun menghadapi kompleksitas geografis dan keterbatasan sarana transportasi di beberapa daerah, BBV Maros terus berupaya hadir di lapangan bersama dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan.
“Pelayanan prima bukan hanya tentang laboratorium, tetapi juga kesiapan kami untuk turun langsung ke lapangan ketika masyarakat membutuhkan. Investigasi ini merupakan bagian dari tanggung jawab kami untuk memastikan kesehatan hewan sekaligus melindungi kesejahteraan masyarakat,” tegas Kepala BBV Maros, H. Agustia.
